OLEH :
Dita Anggraini
1101612 / 2011
PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI
NEGARA
JURUSAN ILMU SOSIAL POLITIK
FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
KATA PENGANTAR
Puji
syukur kami ucapkan kehadirat ALLAH SWT yang telah memberikan rahmat dan
karunia kepada saya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini guna
memenuhi tugas mata kuliah Hukum Administrasi Negara yang berjudul “Izin Mendirikan Bangunan ( IMB ) “. Penulis
menyadari banyak kesalahan dalam penulisan makalah ini, untuk itu penulis
menerima kritik dan saran dari berbagai pihak. Semoga makalah ini bermanfaat
bagi pembaca dan khususnya kami sebagai
penulis.
Padang
, 23 April 2013
Penulis
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
LATAR
BELAKANG
IMB disusun sebagai standar penyesuaian bangunan
dengan lingkungan sekitarnya. Mendirikan bangunan rumah atau pemukiman dengan
terencana akan menjamin kondisi lingkungan yang menjamin segala aktivitas. Pada
dasarnya, setiap pengakuan hak oleh seseorang terhadap suatu bangunan harus
didasarkan bukti yang kuat dan sah menurut hukum. Tanpa bukti tertulis, suatu
pengakuan di hadapan hukum mengenai objek hukum tersebut menjadi tidak sah.
Sehingga dengan adanya sertifikat IMB akan memberikan kepastian dan jaminan
hukum kepada masyarakat.
Dalam
kaitannya dengan pemberian pelayanan pada Dinas Pemukiman dan Tata Ruang
sebagai organisasi publik yang juga berperan untuk menciptakan good
governance sudah semestinya menciptakan pelayanan yang transparan,
sederhana, murah, tanggap dan akuntabilitasnya dapat dipertanggung jawabkan ke
publik. Oleh karena itu, saya mengangkat judul ini karenanya menarik untuk
digali lebih lanjut mengenai apakah pelayanan perizinan khususnya pelayanan
pemberian Izin Mendirikan Bangunan (IMB) telah memenuhi prinsip efektivitas
sebagaimana mestinya dalam organ pemerintahan.
B.
TUJUAN
Tujuan pembuatan makalah ini adalah untuk memenuhi
salah satu tugas mata kuliah Hukum Administrasi Negara dan untuk mengetahui
serta memahami lebih lanjut tentang perizinan mendirikan bangunan ( IMB ).
C.
RUMUSAN
1.
Apa pengertian Izin Mendirikan Bangunan
?
2.
Izin Mendirikan Bangunan ( IMB )
kabupaten Pasaman Barat ?
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Izin Mendirikan
Bangunan
Menurut
penjelasan Peraturan Pemerintah RI No. 45 tahun 1998, yang dimaksud dengan Izin
Mendirikan Bangunan termasuk dalam pemberian izin ini adalah kegiatan
peninjauan desain dan pemantapan pelaksanaan pembangunan agar tetap sesuai dengan
rencana teknis bangunan dan rencana tata ruang yang berlaku, dengan tetap
memperhatikan koefisisen dasar bangunan (KDB), koefisien luas bangunan (KLB),
koefisien ketinggian bangunan (KKB), dan pengawasan penggunaan bangunan yang
meliputi pemeriksaan dalam rangka memenuhi syarat-syarat keselamatan bagi yang
menempati bangunan tersebut. (Marsinta, 2004:18)
Jadi,
Izin Mendirikan Bangunan (IMB) adalah izin yang diberikan untuk melakukan
kegiatan membangun yang dapat diterbitkan apabila rencana bangunan dinilai
telah sesuai dengan ketentuan yang meliputi aspek pertanahan, aspek planalogis
(perencanaan), aspek teknis, aspek kesehatan, aspek kenyamanan, dan aspek
lingkungan.
(Goenawan,
2009:81) Salah
satu dasar pertimbangan penetapan peraturan izin mendirikan bangunan adalah
agar setiap bangunan memenuhi teknik konstruksi, estetika serta persyaratan
lainnya sehingga tercipta suatu rangkaian bangunan yang layak dari segi
keselamatan, kesehatan, kenyamanan, keindahan dan interaksi sosial. Tujuan dari
penerbitan IMB adalah untuk mengarahkan pembangunan yang dilaksanakan oleh
masyarakat, swasta maupun bangunan pemerintah dengan pengendalian melalui
prosedur perizinan, kelayakan lokasi mendirikan, peruntukan dan penggunaan
bangunan yang sehat, kuat, indah, aman dan nyaman.
IMB berlaku pula untuk bangunan rumah tinggal lama yaitu
bangunan rumah yang keberadaannya secara fisik telah lama berdiri tanpa atau
belum ber-IMB. Selain untuk rumah tinggal IMB juga berlaku untuk
bangunan-bangunan dengan fungsi yang lain seperti gedung perkantoran, gedung
industri, dan bangunan fasilitas umum. IMB memiliki dasar hukum yang harus
dipatuhi sehingga mutlak harus dimiliki setiap orang yang berniat mendirikan
sebuah bangunan.
Selain itu, adanya IMB berfungsi supaya pemerintah daerah
dapat mengontrol dalam rangka pendataan fisik kota sebagai dasar yang sangat
penting bagi perencanaan, pengawasan dan penertiban pembangunan kota yang
terarah dan sangat bermanfaat pula bagi pemilik bangunan karena memberikan
kepastian hukum atas berdirinya bangunan yang bersangkutan dan akan memudahkan
bagi pemilik bangunan untuk suatu keperluan, antara lain dalam hal pemindahan
hak bangunan yang dimaksud sehingga jika tidak adanya IMB maka akan dikenakan
tindakan penertiban sesuai dengan peraturan yang berlaku.
B.
Izin Mendirikan Bangunan ( IMB )
kabupaten Pasaman Barat
PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASAMAN
BARAT
NOMOR: 4 TAHUN 2012
TENTANG
IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
BUPATI PASAMAN BARAT
Menimbang
|
:
|
a. bahwa
dalam rangka tertib penyelenggaraan pendirian bangunan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan, perlu dilakukan pengendalian izin mendirikan bangunan
secara efektif dan efisien;
b. bahwa
dengan telah dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak
Daerah dan Retribusi Daerah maka Peraturan Daerah Nomor 15 Tahun 2005 tentang
Retribusi Izin Mendirikan Bangunan perlu disesuaikan/diganti;
c. bahwa
berdasarkan pertimbangan sebagaimana di maksud dalam huruf a dan b perlu
menetapkan Peraturan Daerah Kabupaten Pasaman Barat tentang Izin Mendirikan
Bangunan
|
||||||||||||||||||||||||||||||
Mengingat
|
:
|
1. Undang-Undang
Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2002 Nomor 134, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4247);
2. Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah,
terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4844);
3. Undang-Undang
Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik
IndonesiaNomor 4725);
4. Undang-Undang
Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 130, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5049);
5. Peraturan
Pemerintah Nomor 36 Tahun 2005 tentang Peraturan Pelaksana Undang-Undang
Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2005 Nomor 83, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4532);
6. Peraturan
Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara
Pemerintah, Pemerintaha Daerah Provinsi, dan Pemerintah Daerah Kabupaten dan
Kota (Lembaran Negara Republik IndonesiaTahun 2007 Nomor 82, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737);
7. Peraturan
Pemerintah Nomor 19 Tahun 2008 tentang Kecamatan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2008 Nomor 40, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4826);
8. Peraturan
Menteri Dalam Negeri Nomor 32 Tahun 2010 tentang Pedoman Pemberian Izin
Mendirikan Bangunan;
9. Peraturan
Daerah Kabupaten Pasaman Barat Nomor 05 s/d 09 Tahun 2008 tentang Susunan
Organisasi dan Tata Kerja Perangkat Daerah;
|
||||||||||||||||||||||||||||||
Dengan
Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH
KABUPATEN PASAMAN BARAT
BUPATI PASAMAN BARAT
MEMUTUSKAN
|
||||||||||||||||||||||||||||||||
Menetapkan
|
:
|
PERATURAN
DAERAH KABUPATEN PASAMAN BARAT TENTANG IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN
|
||||||||||||||||||||||||||||||
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal
1
1.
Daerah adalah Kabupaten Pasaman
Barat.
2.
Pemerintah Daerah adalah Bupati
dan Perangkat Daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintah Daerah.
3.
Kepala Daerah/ Bupati adalah
Bupati Pasaman Barat.
4.
Bangunan adalah adalah bangunan
gedung dan bangunan bukan gedung.
5.
Bangunan gedung adalah wujud
fisik hasil pekerjaan konstruksi yang menyatu dengan tempat kedudukannya,
sebagian atau seluruhnya berada diatas dan/atau didalam tanah dan/atau air,
yang berfungsi sebagai tempat tinggal, kegiatan keagamaan, kegiatan usaha,
kegiatan sosial, budaya, maupun kegiatan khusus.
6.
Bangunan bukan gedung adalah
suatu perwujudan fisik hasil pekerjaan konstruksi yang menyatu dengan tempat
kedudukannya, sebagian atau seluruhnya berada diatas dan/atau didalam tanah
dan/atau air, yang tidak digunakan sebagai tempat hunian atau tempat tinggal.
7.
Klasifikasi bangunan gedung
adalah sebagai dasar penggolongan bangunan gedung terhadap kompleksitas,
tingkat permanensi, tingkat resiko kebakaran, tingkat zonasi gempa, lokasi,
ketinggian bangunan, dan kepemilikan bangunan dari fungsi bangunan gedung
sebagai dasar pemenuhan persyaratan administrasi dan persyaratan teknis.
8.
Izin mendirikan bangunan yang
selanjutnya disingkat IMB, adalah perizinan yang diberikan pemerintah daerah
kepada pemohon untuk membangun baru, rehabilitasi/ renovasi, dan/atau memugar
dalam rangka melestarikan bangunan sesuai dengan persyaratan administrasi dan
persyaratan teknis yang berlaku.
9.
Pemohon adalah setiap orang,
badan hukum atau usaha, kelompok orang, dan lembaga atau organisasi yang
mengajukan permohonan izin mendirikan bangunan kepada pemerintah daerah, dan
bangunan gedung fungsi khusus kepada Pemerintah.
10.
Pemilik bangunan adalah setiap
orang, badan hukum, atau usaha, kelompok orang, dan lembaga atau organisasi
yang menurut hukum sah sebagai pemilik bangunan.
11.
Retribusi Daerah yang selanjutnya
disebut Retribusi, adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau
pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan Pemerintah
Daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan.
12.
Badan adalah suatu bentuk badan
usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan
lainnya, Badan Usaha Milik Negara/ Daerah dengan nama dan bentuk apapun,
persekutuan, perkumpulan, firma, kongsi, koperasi, yayasan atau organisasi
yang sejenis, lembaga pensiun, bentuk usaha tetap dan bentuk badan usaha
lainnya.
13.
Rencana Detail Tata Ruang Kawasan
yang selanjutnya disebut RDTRK, adalah penjabaran rencana tata ruang wilayah
kabupaten ke dalam rencana pemanfaatan kawasan, yang memuat zonasi atau blok
alokasi pemanfaatan ruang (blok plan).
14.
Rencana Teknik Ruang Kawasan,
yang selanjutnya disingkat RTRK, adalah rencana tata ruang setiap blok
kawasan setiap blok kawasan yang memuat rencana tapak atau tata letak dan
tata bangunan beserta prasarana dan sarana lingkungan serta utilitas umum.
15.
Rencana tata bangunan dan
lingkungan, yang selanjutnya disingkat RTBL, adalah panduan rancang bangun
suatu kawasan untuk mengendalikan pemanfaatan ruang yang memuat rencana
program bangunan dan lingkungan, rencana umum dan panduan rancanangan,
rencana investasi, ketentuan pengendalian rencana, dan pedoman pengendalian
pelaksanaan.
16.
Keterangan rencana kabupaten
adalah informasi tentang persyaratan tata bangunan dan lingkungan yang
diberlakukan oleh pemerintah daerah kabupaten pada lokasi tertentu.
BAB
II
PRINSIP
DAN MANFAAT PEMBERIAN IMB
Pasal 2
Pemberian
IMB diselenggarakan berdasarkan prinsip:
a.
prosedur sederhana, mudah, dan
aplikatif;
b.
pelayanan yang cepat, terjangkau,
dan tepat waktu;
c.
keterbukaan informasi bagi
masyarakat dan dunia usaha; dan
d.
aspek rencana tata ruang,
kepastian status hukum pertanahan, keamanan dan keselamatan, serta
kenyamanan.
Pasal
3
Manfaat
pemberian IMB untuk:
a.
pengawasan, pengendalian, dan
penertiban bangunan;
b.
mewujudkan tertib penyelenggaraan
bangunan yang menjamin keandalan bangunan dari segi keselamatan, kesehatan,
kenyamanan, dan kemudahan;
c.
Mewujudkan bangunan yang
fungsional sesuai dengan tata bangunan dan serasi dengan lingkungannya; dan
d.
Syarat penerbitan sertifikasi
laik fungsi b
BAB
III
PEMBERIAN IMB
Bagian Kesatu
Kelembagaan
Pasal
4
(1)
Bupati dalam penyelenggaraan IMB
dikelola oleh satuan kerja perangkat daerah yang membidangi perizinan.
(2)
Bupati dapat melimpahkan sebagian
kewenangan penerbitan IMB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada camat.
(3)
Pelimpahan sebagian kewenangan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mempertimbangkan:
a.
efisinsi dan efektifitas;
b.
mendekatkan pelayanan pemberian
IMB kepada masyarakat; dan
c.
fungsi bangunan, klasifikasi
bangunan, batasan luas tanah, dan/ atau luas bangunan yang mampu
diselenggarakan kecamatan.
(4)
Camat melaporkan pelaksanaan
sebagian kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) kepada Bupati dengan
tembusan kepada satuan kerja perangkat daerah yang membidangi perizinan.
(5)
Bagian Kedua
Jangka waktu proses IMB
Pasal
5
(1)
Penilaian/evaluasi dokumen dan
penetapan retribusi IMB berdasarkan bahan persetujuan paling lambat 7 (tujuh)
hari kerja terhitung sejak persyaratan dinyatakan lengkap.
(2)
Penilaian/ evaluasi dokumen dan
penetapan retribusi untuk bangunan yang pemanfaatannya membutuhkan
pengelolaan khusus dan/atau memiliki kompleksitas tertentu yang dapat
menimbulkan dampak terhadap masyarakat dan lingkungan paling lambat 14 (empat
belas) hari kerja terhitung sejak persyaratan dinyatakan lengkap.
(3)
Penerbitan IMB paling lambat 7
(tujuh) hari kerja kerja terhitung sejak tanda bukti pembayaran retribusi IMB
diterima.
Bagian Ketiga
Persyaratan dan tata cara
permohonan IMB
Pasal
6
(1)
Pemohon mengajukan permohonan IMB
kepada Bupati.
(2)
Permohonan IMB sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a.
bangunan gedung; atau
b.
bangunan bukan gedung.
(3)
IMB bangunan gedung dan bangunan
bukan gedung sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berupa pembangunan baru,
merehabilitasi/renovasi/perubahan, atau pelestarian/pemugaran.
Pasal
7
(1)
Bangunan gedung sebagaimana
dimaksud dalam pasal 6 ayat (2) huruf a berfungsi sebagai:
a.
hunian;
b.
keagamaan;
c.
usaha;
d.
sosial dan budaya; dan
e.
ganda/campuran.
(2)
Fungsi hunian sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiri atas bangunan gedung hunian rumah
tinggal sederhana dan rumah tinggal tidak sederhana.
(3)
Fungsi keagamaan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf b terdiri atas mesjid/mushola, gereja, vihara,
klenteng, pura, bangunan pelengkap keagamaan.
(4)
Fungsi usaha sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf c terdiri atas perkantoran komersial, pasar modern, ruko,
rukan, mal/supermarket, hotel, restoran, dan lain-lain sejenisnya.
(5)
Fungsi sosial dan budaya sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf d terdiri atas bangunan olah raga, bangunan
pemakaman, bangunan kesenian/ kebudayaan, bangunan pasar tradisional,
bangunan terminal/halte bus, bangunan pendidikan, bangunan kesehatan, kantor
pemerintahan, bangunan panti jompo, panti asuhan, dan lain-lain sejenisnya.
(6)
Fungsi ganda/campuran sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf e terdiri atas hotel, apartemen, mal/shopping
center, sport hall, dan atau tempat hiburan.
Pasal
8
Bangunan bukan gedung sebagaimana
dimaksud dalam pasal 6 ayat (2) huruf b terdiri atas:
a.
pelataran parkir, lapangan tenis,
lapangan basket, lapangan golf, dan lain-lain sejenisnya;
b.
pondasi, pondasi tangki, dan
lain-lain sejenisnya;
c.
pagar tembok/ besi dan
tanggul/turap, dan lain-lain sejenisnya;
d.
sumur resapan dan lain-lain
sejenisnya;
e.
teras tidak beratap atau tempat
pencucian, dan lain-lain sejenisnya;
f.
jembatan penyeberangan orang,
jembatan jalan perumahan, dan lain-lain sejenisnya;
g.
penanaman tangki, landasan
tangki, bangunan pengolahan air, gardu listrik, gardu telepon, menara, tiang
listrik/telepon, dan lain-lain sejenisnya; dan
h.
gapura, patung, bangunan reklame,
monumen, dan lain-lain sejenisnya.
Pasal
9
(1)
Pemohon mengajukan permohonan IMB
sebagaimana dimaksud dalam pasal 6 melengkapi dokumen:
(1)
administrasi; dan
(2)
rencana teknis.
(2)
Persyaratan dokumen administrasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
a meliputi:
a.
tanda bukti status kepemilikan
hak atas tanah atau perjanjian pemanfaatan tanah;
b.
data kondisi/situasi tanah
(letak/lokasi dan topografi);
c.
data pemilik bangunan;
d.
surat pernyataan tanah tidak
dalam status sengketa;
e.
surat pemberitahuan pajak
terhutang bumi dan bangunan (SPPT-PBB) tahun terakhir; dan
f.
dokumen analisis mengenai dampak
dan gangguan lingkungan, atau upaya pemantauan lingkungan(UPL)/upaya
pengelolaan lingkungan (UKL) bagi yang terkena kewajiban.
(3)
Persyaratan dokumen rencana
teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi:
a.
gambar rencana/arsitektur
bangunan;
b.
gambar sistem struktur;
c.
gambar sistem utilitas;
d.
perhitungan struktur dan/atau
bentang stuktur bangunan disertai hasil penyelidikan tanah bagi bangunan 2
(dua) lantai atau lebih;
e.
perhitungan utilitas bagi
bangunan bukan gedung bukan hunian rumah tinggal; dan
f.
data penyedia jasa perencanaan.
(4)
Dokumen rencana teknis sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) disesuaikan dengan klasifikasi bangunan.
Pasal
10
(1)
Bupati memeriksa kelengkapan
dokumen adminstrasi dan dokumen rencana teknis.
(2)
Dokumen sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilakukan penilaian/evaluasi untuk dijadikan bahan persetujuan
pemberian IMB.
(3)
Bupati menetapkan retribusi IMB
berdasarkan bahan persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
Pasal
11
(1)
Pemohon membayar retribusi
berdasarkan penetapan sebagaimana dimaksud dalam pasal 10 ayat (3) ke Kas
Daerah/ petugas yang ditunjuk.
(2)
Pemohon menyerahkan tanda bukti
pembayaran retribusi IMB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Bupati.
(3)
IMB diserahkan kepada pemohon.
Bab IV
Pelaksanaan Pembangunan
Pasal
12
(1)
Setiap orang pribadi, badan yang
akan mendirikan bangunan, memperbaiki atau merombak bangunan wajib mengajukan
permohonan kepada Bupati.
(2)
Pendirian bangunan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilarang jika IMB belum diperoleh orang pribadi atau
badan.
(3)
Pelaksanaan pembangunan bangunan
yang telah memiliki IMB harus sesuai dengan
persyaratan tekhnis.
(4)
persyaratan tekhnis sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) meliputi :
a.
Fungsi bangunan gedung yang dapat
dibangun pada lokasi bersangkutan;
b.
Ketinggian maksimum bangan gedung
yang diizinkan;
c.
Jumlah lantai / lapis bangunan gedung
di bawah permukaan tanah dan koefesien tapak basement (KTB) yang di izinkan,
apabila membangun di bawah permukaan tanah;
d.
Garis kesepadanan dan jarak bebas
minimum bangunan gedung yang di izinkan;
e.
Koefesien dasar bangunan (KDB)
maksimum yang di izinkan;
f.
Koefesien lantai bangunan (KLB) maksimum yang
di izinkan;
g.
Koefesien daerah hijau (KDH ) minimum yang
di wajibkan;
h.
Ketinggia bangunan maksimum yang
diizinkan;
i.
Jaringan utilitas kota dan;
j.
Keterangan lainnya yang terkait.
(5)
Penentuan garis sepadan jalan
ditetapkan oleh kepala daerah dengan berpedoman pada peraturan
perundang-undangan dan berdasarkan RDTRK, RTBL, dan/ atau RTRK.
Pasal
13
(1)
Pemilik bangunan yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam pasal 12 dikenakan sanksi peringatan tertulis.
(2)
Peringatan tertulis diberikan
sebanyak-banyaknya 3 (tiga) kali berturut-turut dengan selang waktu
masing-masing 7 (tujuh) hari kalender.
(3)
Khusus untuk pelanggaran pasal 12 ayat (2) peringatan tertulis hanya
diberikan satu kali disertai dengan perintah penghentian pembangunan dan atau
pengelan bangunan.
Pasal
14
(1)
Pemilik bangunan yang tidak
mengindahkan sampai dengan peringatan tertulis ketiga dan tetap tidak
melakukan perbaikan atas pelanggaran dikenakan sanksi pembatasan kegiatan
pembangunan.
(2)
Pengenaan sanksi pembatasan
kegiatan pembangunan dilaksanakan paling lama 14 (empat belas) hari kalender
terhitung sejak peringatan tertulis ketiga diterima.
Pasal
15
(1)
Pemilik bangunan yang dikenakan
sanksi pembatasan kegiatan pembangunan wajib melakukan perbaikan atas pelanggaran.
(2)
Pemilik bangunan yang tidak mengindahkan sanksi pembatasan kegiatan pembangunan
sebagaimana dimaksud dalam pasal 14 dikenakan sanksi berupa penghentian
sementara bangunan dan atau pembekuan IMB.
(3)
Pemilik bangunan yang telah
dikenakan sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib melakukan perbaikan
atas pelanggaran dalam waktu 14 (empat belas) hari kalender terhitung sejak
tanggal pengenaan sanksi.
Pasal
16
Pemilik
bangunan yang tidak mengindahkan sanksi penghentian sementara pembangunan dan
atau pembekuan IMB sebagaimana dimaksud dalam pasal 15 ayat (2) dikenakan
sanksi berupa penghentian tetap pembangunan dan atau pencabutan IMB dan surat
perintah pembongkaran bangunan.
BAB V
PENERTIBAN IMB
Pasal
17
(1)
Bangunan yang sudah terbangun
sebelum adanya RDTRK, RTBL, dan / atau RTRK dan tidak memiliki IMB yang
bangunannya sesuai dengan lokasi peruntukkan dan penggunaan yang ditetakan
dalam RDTRK, RTBL, dan / atau RTRK dilakukan pemutihan.
(2)
Pemutihan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilakukan hanya 1 (satu) kali.
(3)
Dalam hal pemilik bangunan
sebagaimana dimaksud pada ayat 1
(Satu) tidak melakukan pemutihan dikenakan sanksi administratif berupa
peringatan tertulis untuk mengurus IMB dan perintah pembongkaran bangunan
gedung
(4)
Peringatan tertulis sebagaimana
dimaksud pada ayat 3 (tiga) dilakukan
sebanyak 3 (tiga ) kali berturut – turut dalam selang wakt masing –masing 1
(satu) bulan
(5)
Pemilik bangunan yang tidak
mengindahkan peringatan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat 4 (empat)
dikenakan sanksi perintah pembongkaran bangunan gedung.
Pasal
18
Bangunan
yang sudah terbangun sebelum adanya RDTRK, RTBL, dan / atau RTRK dan tidak
memiliki IMB yang bangunannya tidak sesuai dengan lokasi, peruntukkan dan /
atau penggunaan yang ditetapkan dalam RDTRK, RTBL, dan / atau RTRK dikenakan
sanksi administratif berupa perintah pembongkaran bangunan gedung
Pasal
19
(1)
Bangunan yang sudah terbangun
sesudah adanya RDTRK, RTBL, dan / atau RTRK dan tidak memiliki IMB yang
bangunannya sesuai dengan lokasi, peruntukkan dan penggunaannya yang
ditetapkan dalam RDTRK, RTBL, dan / atau RTRK dilakukan sanksi administratif
dan / atau denda
(2)
Sanksi administratif sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) berupa
peringatan tertulis untuk mengurus IMB dan perintah pembongkaran bangunan
gedung.
(3)
Selain sanksi administratif
sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) dapat dikenakan sanksi denda paling
banyak 10 % (sepuluh per seratus) dari nilai bangunan.
(4)
Peringatan tertulis sebagaimana
dimaksud pada ayat 2 (dua) dilakukan sebanyak 3 (tiga) kali
berturut-turut dalam selang waktu
masing-masing 1 (satu)
bulan.
(5)
Pemilik bangunan yang tidak
mengindahkan peringatan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat 4 (empat)
dikenakan sanksi perintah pembongkaran bangunan gedung.
BAB VI
Pembongkaran
Pasal
20
(1)
Bupati menetapkan bangunan untuk
dibongkar dengan surat penetapan pembongkaran sebagai tindak lanjut dari
dikeluarkannya surat perintah pembongkaran.
(2)
Surat penetapan pembongkaran
sebagaimana dimaksud pada ayat 1 (satu) memuat batas waktu pembongkaran,
prosedur pembongkaran dan ancaman sanksi terhadap setiap pelanggaran.
(3)
Pembongkaran bangunan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) merupakan kewajiban pemilik bangun.
(4)
Dalam hal pembongkaran tidak
dilaksanakan oleh pemilik bangunan terhitung 30 (tiga Puluh) hari kalender sejak tanggal penerbitan
perintah pembongkaran, pemerintah daerah dapat melakukan pembongkaran atas
bangunan.
(5)
Biaya pembongkaran sebagaimana
dimaksud pada ayat 4
(empat) dibebankan kepada pemilik bangunan ditambah denda administratif yang besarnya paling banyak 10 % (sepuluh perseratus) dari nilai total bangunan.
(6)
Biaya pembongkaran dan denda
sebagaimana dimaksud pada ayat 5 (lima) ditanggung oleh pemerintah daerah
bagi pemilik bangunan yang tidak mampu.
BAB VII
RETRIBUSI
Pasal
21
(1)
Retribusi pelayanan pemberian IMB
sebagimana di maksud dalam pasal 11 ayat (1) merupakan retribusi golongan perizinan
tertentu.
(2)
Retribusi IMB sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dikenakan pada setiap bangunan gedung dan bangunan bukan gedung.
(3)
Pemberian IMB untuk bangunan
milik pemerintah atau daerah tidak dikenakan retribusi.
(4)
Permberian IMB untuk bangunan
bukan gedung non komersial tidak dipungut retribusi.
Pasal
22
(1)
Bupati dapat memberikan
pengurangan dan/ atau keringanan penarikan
retribusi IMB berdasarkan kriteria :
a.
bangunan fungsi sosial dan
budaya; dan
b.
bangunan fungsi hunian bagi
masyarakat berpenghasilan rendah
c.
bangunan investasi swasta yang
merupakan proyek pioner dan atau proyek yang mendapatkan prioritas tinggi
dari pemerintah daerah.
(2)
Bupati dapat memberikan
pembebasan retribusi IMB berdasarkan Kriteria:
a.
bangunan fungsi keagamaan; dan
b.
bangunan bukan gedung sebagai
sarana dan prasarana umum yang bersifat non komersial.
(3)
Pengurangan retribusi sebagaimana
dimaksud pasal 22 ayat (1) huruf a dan maksimal diberikan sebesar 75% dari
tarif retribusi.
(4)
Pengurangan retribusi sebagaimana
dimaksud pasal 22 ayat (1) huruf c maksimal diberikan sebesar 50% dari tarif
retribusi.
(5)
Keringanan penarikan retribusi
IMB sebagaimana dimaksud pasal 22 ayat (1) berupa pengunduran pembayaran
untuk waktu tertentu atau dengan cara diangsur.
(6)
Tata cara pemberian pengurangan
dan/ atau keringanan penarikan retribusi IMB diatur lebih lanjut dengan
peraturan kepala daerah.
Pasal
23
(1)
Komponen biaya perhitungan
retribusi IMB meliputi kegiatan:
a.
peninjauan desain / gambar; dan
b.
pemantauan pelaksanaan
pembangunan.
(2)
penyelenggaraan retribusi atas
IMB berpedoman pada peraturan perundang–undangan
Pasal 24
(1)
Tarif retribusi dihitung dengan
mengalikan luas lantai bangunan dengan tarif retribusi.
(2)
Tarif retribusi IMB bangunan
gedung ditetapkan sebagai berikut:
a.
Untuk bangunan orang pribadi.
bangunan
baru:
memperbaiki/merombak
bangunan 10% dari tarif retribusi bangunan baru
b. Tarif retribusi IMB untuk bangunan
bukan gedung yang bersifat komersial sebesar 1,5% dari Rencana Anggaran
Fisik.
(3)
Untuk bangunan yang mempunyai
ruangan bawah tanah (basement), perhitungan lantai I dihitung dari lantai
terbawah.
(4)
Tarif retribusi sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) sudah termasuk biaya pembuatan plank IMB dan biaya
survey.
(5)
Biaya pembuatan plank IMB dan
biaya survey dianggarkan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
(6)
Bupati dapat melakukan
penyesuaian pada tarif retribusi bangunan baru orang pribadi setiap tiga
tahun sekali.
(7)
Penyesuaian tarif retribusi
sebagaimana dimaksud ayat (6) berupa penambahan dan atau pengurangan tarif retribusi maksimal 20% dari tarif yang
terakhir ditetapkan.
BAB VIII
PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN
Pasal
25
(1)
Pengawasan dan pengendalian
terhadap penyelengaraan bangunan dilaksanakan oleh
Satuan
kerja perangkat daerah yang membidang perizinan dan/ atau pengawasan.
(2)
Kegiatan pengawasan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) meliputi pemeriksaan fungsi bangunan, persyaratan
teknis bangunan, dan keandalan bangunan.
(3)
Kegiatan pengendalian sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) meliputi peninjauan lokasi, pengecekan informasi atas
pengaduan masyarakat, dan pengenaan sanksi.
BAB IX
SOSIALISASI
Pasal
26
(1)
Pemerintah daerah melaksanakan
sosialisasi kepada masyarakat dalam pemberian IMB antara lain terkait dengan:
a.
Keterangan rencana kabupaten /
kota;
b.
Persyaratan yang perlu dipenuhi
pemohon;
c.
Tata cara proses penerbitan IMB
sejak permohonan diterima sampai dengan
penerbitan IMB; dan
d.
Teknis perhitungan dalam
penetapan retribusi IMB.
(2)
Keterangan rencana kabupaten /
kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
a antara lain berisi persyaratan teknis sebagaimana
dimaksud dalam 13 ayat (2).
BAB X
PEMBINAAN
Pasal
27
(1)
Bupati melakukan pembinaan
pemberiaan IMB di Kabupaten.
(2)
Pembinaan Bupati sebagaimana
dimaksud dalam pasal 26 ayat (1) berupa pengembangan, pemantauan dan evaluasi
pemberian IMB.
BAB XI
PELAPORAN
Pasal
28
(1)
Bupati melaporkan pemberian IMB
kepada Gubernur dengan tembusan kepada Menteri.
(2)
Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) disampaikan
paling sedikit 1 (satu) kali dalam setahun.
BAB
XII
KETENTUAN
PIDANA
Pasal 29
(1)
Wajib retribusi yang tidak
melakukan kewajibannya sehingga merugikan keuangan daerah diancam pidana kurungan paling lama 3 (tiga)
bulan atau denda paling banyak 3 (tiga) kali lipat jumlah retribusi terhutang.
(2)
Tindak pidana sebagaiman dimaksud
pada ayat (1) adalah pelanggaran.
BAB
XIII
KETENTUAN
PENUTUP
Pasal 30
Pada
saat Peraturan Daerah ini berlaku, Peraturan Daerah Nomor 15 Tahun 2005 tentang Retribusi Izin
Mendirikan Bangunan di cabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal
31
Hal-hal
yang belum diatur dalam peraturan daerah ini sepanjang mengenai pelaksanaannya
diatur lebih lanjut oleh Kepala Daerah.
Pasal 32
Peraturan
Daerah ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Agar
setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah
ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Pasaman Barat.
Ditetapkan di : Simpang
Empat
Pada
tanggal : 2012
BUPATI PASAMAN BARAT
Ttd
H. BAHARUDDIN R
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Izin Mendirikan Bangunan (IMB)
adalah izin yang diberikan untuk melakukan kegiatan membangun yang dapat
diterbitkan apabila rencana bangunan dinilai telah sesuai dengan ketentuan
yang meliputi aspek pertanahan, aspek planalogis (perencanaan), aspek teknis,
aspek kesehatan, aspek kenyamanan, dan aspek lingkungan. dari IMB yang yang
diterapkan kabupaten pasaman barat sepertinya IMB telah terlaksana dengan
baik. Buktinya sudah ada aturandan sanksi yang lelas bagi masyarakat yang
hendak mendirikan bangunan.
B.
Saran
Saran saya sebagia penulis adalah
walaupun IMB telah terlaksana dengan baik, harus ditingkatkan lagi agar lebih
baik kedepannya.
DAFTAR PUSTAKA
Peraturan
daerah kabupaten Pasaman Barat nomor 4 tahun 2012
|
||||||||||||||||||||||||||||||||
0 komentar:
Posting Komentar