Sabtu, 23 November 2013

PARIWISATA PASAMAN BARAT

Dosen:   Aldri Frinaldi, S. H., M. Hum

19700212 199802 1 001
 
 
 
 Oleh Dita Anggraini
 
1101612/2011
 
 
 
Peta  Pasaman Barat




wisata alam
pulau panjang



Garis Pantai Pasaman Barat yang mencapai 152 KM menjadikannya salah satu kawasan pesisir di Sumatera Barat dengan suguhan Pantai - pantai nan eksotik dan jejeran Pulau -pulau kecil dilepas Perairan Air bangis di kecamatan sungai beremas. Secara keseluruhan ada 9 pulau yang menghiasi lautan air bangis 1 diantaranya ialah Pulau Panjang, satu - satunya pulau yang berpenghuni di perairan Pasaman Barat.



Transportasi menuju Pulau Panjang dapat menggunakan Bus antar kota dalam provinsi dari kota Padang atau bukit tinggi menuju air bangis dengan membayar ongkos sekitar 25.000 rupiah dengan jarak tempuh sekitar 5 atau 6 jam perjalanan dengan pemandangan perkebunan sawit dan pemukiman penduduk di sepanjang perjalanan. dari dermaga air bangis perjalanan dilanjutkan dengan menggunakan perahu nelayan yang dapat anda sewa atau bergabung dengan masyarakat Pulau Panjang yang menjadikan Perahu sebagai transportasi umum dari Pulau Panjang ke daratan air bangis dan sebaliknya.
  
Pulau seluas 220 Ha ini cocok dijadikan wisata bahari andalan di Pasaman Barat, karena perairannya yang jernih dan tenang serta ditumbuhi terumbu karang cocok bagi anda pecinta wisata bawah laut. dari segi insratruktur, fasilitas umum dan sarana prasarana di Pulau ini terdapat sebuah SD dan SMP yang digunakan anak - anak lokal untuk menimba ilmu dan mendapatkan pendidikan, namun belum tersedia sekolah setara SLTA di pulau ini dan anak - anak yang ingin melanjutkan pendidikan ke tingkat SLTA harus menyebrangi lautan hingga ke daratan air bangis dengan perahu nelayan. selain itu pada tahun ini (2013) juga telah dibangun Pembangkit Listrik Mychrohydro sehingga aktivitas dimalam haripun bisa dilanjutkan di Pulau ini yang membantu anak anak sekolah dalam belajar ataupun mengerjakan tugas dari sekolah. insfratructur jalan juga telah tersedia dengan jenis jalan bandes yang  menghubungkan dermaga pulau panjang ke pemukiman penduduk dan Kawasan pondok wisata Pulau Panjang yang berada di bagian samping Pulau ini.


Daya tarik dari Pulau ini ialah adanya hanggar yang dibangun oleh Dinas Kelautan dan Perikanan Kab. Pasaman Barat untuk menarik minat wisatawan, dan bagi anda yang hobi memancing tempat ini cocok untuk menjawab hobi anda, aktivitas air bisa dilakukan di Pulau ini seperti snorkeling dan Diving, atau sekedar berenang sambil merelaksasi otot. untuk akomodasi di Pulau ini tersedia Pondok wisata yang bisa disewa oleh setiap pengunjung yang ingin merasakan angin malam di pulau panjang. 
                                                                                                                                                                
dan jika anda memiliki waktu lebih sempatkan untuk mengelilingi pulau pulau lain yang ada di sekitar Pulau Panjang, dan salah satu pulau yang pantas anda kunjungi ialah Pulau pigago yang hanya berjarak 20 menit perjalanan dengan menggunakan perahu nelayan, di Pulau pigago anda akan merasakan Pasir putih nan halus dengan perairan yang jernih , landai dan tenang.
 

Gunung Talamau

 
  
Jika anda pernah bermimpi untuk menginjakkan kaki di puncak tertinggi di sumatera barat, maka dakilah puncak Gunung Talamau. Gunung yang berada di Kecamatan Talamau Kabupaten Pasaman Barat ini merupakan Gunung api tak aktiv tertinggi di sumatera barat, dengan ketinggian mencapai 2982 Mdpl menjadikannya sebagai puncak tertinggi d isumatera barat.

 
Keunikan yang ditawarkan Gunung Talamau ialah Keasrian hutan tropis yang dihuni oleh berbagai jenis hewan seperti, Rusa, Kijang, Tapir dan Kambing Hutan. dan di puncak gunung ini para pendaki akan menemukan belasan telaga yang menghiasi areal Padang sirinjano yaitu areal Padang rumput yang luas yang ditumbuhi dengan Bunga Padi, yaitu bunga khas Puncak Gunung Talamau.
 
 
 
belasan telaga yang  menghiasi puncak gunung talamau dapat dilihat secara keseluruhan dari Puncak Top yaitu Puncak tertinggi Gunung Talamau. di Puncak ini juga terdapat sebuah kubah mesjid yang mungkin merupakan kubah tertinggi di dunia. bentangan alam sumatera barat terlihat dari puncak ini,, dikejauhan juga terlihat beberapa Gunung yang ada di sumatera barat.
akses menuju lokasi wisata gunung talamau dapat dicapai melalui Padang ataupun Bukitinggi dengan menaiki Bus Umum jurusan Simpang Ampek anda akan berhenti di terminal simpang ampek, kemudian melanjutkan perjalanan dengan merental mobil ataupun menggunakan ojek ke titik start pendakian Gunung talamau yang berada di desa Pinaga yang berjarak sekitar 15 KM dari Ibukota Simpang Ampek. Untuk akomodasi terdapat beberapa penginapan sekelas hotel melati dan wisma di daerah Padang tujuh ataupun Simpang Ampek.
 

paralayang

 
Wisata minat khusus ataupun kegiatan olah raga paralayang ternyata juga bisa dilakukan di Kabupaten Pasaman Barat, olah raga yang mengandalkan kekuatan angin dan kaki ini sangat cocok dikembangkan di Pasaman Barat. Terdapat beberapa tempat untuk melakukan wisata minat khusus paralayang di Pasaman Barat seperti di Bukik Marando, Air Bangis, kec. sungai beremas dan juga di bukit kawasan batang tongar. di kawasan bukit batang tongar para pecinta wisata minat khusus paralayang dapat mencoba dan menantang adrenalin sambil menikmati keindahan alam Pasaman Barat dan bendungan batang tongar.
 
 
Kawasan ini menawarkan pemandangan alam pasaman barat dengan latar belakang Gunung Talamau yang menjulang tinggi seakan memagar kabupaten Pasaman Barat. dari kawasan ini anda dapat terbang mengelilingi udara Pasaman Barat dengan landasan yang telah disediakan oleh masyarakat setempat dan berkat dukungan salah seorang putra asli Pasaman Barat yang juga pecinta olah raga paralayang berusaha mengembangkan olahraga ataupun wisata minat khusus paralayang di Pasaman Barat.
 
 
 
Wisata Budaya 

1.Ronggeng
Ronggeng Pasaman merupakan satu tradisi lisan Minangkabau yang terdapat di Simpang Empat dan Simpang Tonang, Pasaman Barat, Sumatra Barat. Tradisi ini berbeda dengan bentuk-bentuk tradisi lisan Minangkabau lainnya yang sudah umum dan sudah banyak dibicarakan oleh para peneliti, seperti rabab Pasisie, rabab Pariaman, dendang Pauh, sedawat dulang, indang, dan si jobang. Perbedaan tersebut sangat dimungkinkan karena daerah tempat tradisi ronggeng ini hidup merupakan daerah perbatasan antara Sumatra Barat dengan Sumatra Utara. Masyarakatnya terdiri atas dua suku bangsa, yaitu Minangkabau dan Batak (Mandailing) dan memiliki dua bahasa pula, yakni bahasa Minangkabau dialek Pasaman dan bahasa Batak (Mandailing).
Dalam pergaulan sahari-hari, mereka memakai bahasa Minangkabau dialek Pasaman, atau campuran bahasa Minangkabau dialek Pasaman dengan bahasa Batak (Mandailing), atau juga bahasa Batak (Mandailing) saja. Bilamana saja mereka mempergunakan masing-masing bahasa ini tidak begitu penting dalam pembicaraan ini. Persoalan ini membutuhkan penelitian lebih lanjut dan tersendiri di bidang linguistik, khususnya sosiolinguistik. Namun begitu, perlu dinyatakan di sini bahwa kenyataan-kenyataan yang dikondisikan oleh masyarakat yang terdiri atas dua etnis ini terefleksikan pula dalam tradisi lisan mereka, seperti dalam ronggeng ini.
Apa Itu Ronggeng Pasaman?
Ronggeng Pasaman adalah satu tradisi lisan berupa seni pertunjukan yang terdiri atas pantun, tari atau joget, dan musik. Pantun sebagai unsur penting dalam tradisi ini didendangkan atau dinyanyikan oleh seorang penampil `wanita’ atau “ronggeng” sambil berjoget mengikuti irama lagu. Dengan demikian, penyebutan kata `ronggeng’ mengacu pada dua pengertian, yaitu ronggeng sebagai satu bentuk seni pertunjukan dan `ronggeng’ sebagai sebutan untuk pelaku (penampil) `wanita’ yang ahli dalam berpantun.
Ronggeng Pasaman sebagai sebuah seni tradisi mempunyai fungsi hiburan atau sebagai pelipur lara. Biasanya, seni tradisi ini dipertunjukkan pada malam hari, mulai pukul sepuluh malam sampai pagi menjelang Shubuh (kira-kira pukul lima pagi). Tempat pertunjukan, biasanya di lapangan terbuka atau di pentas yang dibuat khusus untuk pertunjukan dan dipertunjukkan dalam acara helat perkawinan atau dalam acara peringatan keagamaan, seperti pada hari Raya Idul Fitri dan Idul Adha.
Pantun merupakan unsur utama atau unsur inti dari tradisi ronggeng Pasaman. Jenis pantun yang dibawakan adalah pantun muda-mudi dan didendangkan atau dinyanyikan mengikuti irama lagu, seperti lagu “Cerai Kasih”, “Kaparinyo”, “Buah Sempaya”, “Tari Payung”, “Mainang”, “Alah Sayang” “Sinambang” dan “Si Kambang Baruih”. Dari beberapa irama lagu ini, irama lagu “Kaparinyo” lebih dominan di Simpang Empat, sedangkan irama lagu “Cerai Kasih” lebih dominan di Simpang Tonang. Pantun-pantun yang didendangkan atau dinyanyikan mengikuti irama-irama lagu tadi dilantunkan oleh `ronggeng’ dan penampil pria, sambil menari dan secara bergantian. Gerak tari yang mereka lakukan sesuai pula dengan irama lagu yang didendangkan.
Pantun-pantun yang didendangkan atau dinyanyikan tersebut adalah dalam bahasa Minangkabau dialek Pasaman (di Simpang Empat) dan campuran bahasa Minangkabau dengan bahasa Mandailing (di Simpang Tonang, sekarang ini). Perbedaan dalam pemakaian bahasa ini sangat dimungkinkan oleh letak daerahnya lebih dekat ke perbatasan Sumatra Utara dan dalam pergaulan sehari-hari mereka lebih sering memakai bahasa Batak (Mandailing) daripada bahasa Minangkabau dialek Pasaman.
Dari irama lagu dan bahasa yang dipergunakan dalam tradisi ronggeng Pasaman ini, dapat dikatakan bahwa inilah salah satu contoh seni tradisi yang ada di daerah perbatasan, yang lahir dan hadir di tengah-tengah masyarakat dari dua etnis yang berbeda. Kedua bentuk ini pulalah yang dikatakan sebagai kenyataan-kenyataan yang dikondisikan oleh percampuran masyarakat dari etnis yang berbeda, yang terefleksikan dalam salah satu seni tradisi masyarakatnya.
Penampil (pemain) dalam pertunjukan ronggeng Pasaman terdiri atas satu orang penampil `wanita’ atau “ronggeng”, tiga orang atau lebih penampil pria, dan lima orang pemain musik. Dengan demikian, penampil (pemain) dalam ronggeng dapat dibagi tiga, yaitu penampil `wanita’ atau “ronggeng”, penampil pria, dan pemain musik.
“Ronggeng: merupakan unsur yang terpenting di antara dua unsur lainnya. Kenyataan itu disebabkan penampil pria dapat berasal dari penonton, dan pemain musik dapat pula dijabat oleh banyak orang, artinya banyak orang yang dapat memainkan alat musik. Akan tetapi, tidak semua orang (pria) yang mahir dan ahli dalam berpantun dan juga tidak semua pria yang berkenan memakai pakaian dan berdandan seperti wanita.
Seorang “ronggeng” sebagaimana yang sudah dinyatakan di atas, haruslah seorang laki-laki yang pandai dan ahli dalam berpantun serta berpenampilan atau berdandan seperti wanita. Oleh karena keharusan ini pula, maka masyarakat pendukungnya ada yang mengatakan, bahwa makna kata “ronggeng” itu adalah seseorang yang juara pantun. Seorang juara pantun berarti pula seorang yang ahli dalam berpantun. Keahlian berpantun ini harus dimiliki oleh seorang “ronggeng” dimungkinkan oleh kenyataan, bahwa pantun-pantun yang didendangkan atau dinyanyikan dalam pertunjukan tidak dipersiapkan dari rumah, tetapi diciptakan dan digubah di arena pertunjukan. Dengan kata lain, pantun-pantun itu diciptakan dan diubah berdasarkan kondisi yang muncul di arena pertunjukan.
Di samping itu, seorang “ronggeng” juga mempunyai pamaga diri `pemagar diri’, artinya, seorang “ronggeng” itu mempunyai ilmu kebatinan. Ilmu ini dipunyai adalah untuk dapat tampil dengan baik, dalam arti menjaga kemungkinan terjadinya berbagai hambatan selama pertunjukan berlangsung, terutama berkenaan dengan suara. Pamaga diri `pemagar diri’ ini dimaksudkan untuk menghindarkan dan menangkis gangguan ketika sedang dalam pertunjukan, agar tidak ditungkek `ditongkat’ orang lain. Atau, untuk mencegah terjadinya korek api panungkek lidah `korek api penongkat (penupang) lidah’, yang dapat menyebabkan suara “ronggeng” menjadi hilang.
Istilah ditungkek atau korek api panungkek lidah dimaksudkan untuk gangguan yang dikirim melalui batin (magic) oleh orang lain. Orang lain ini dapat saja berasal dari kalangan penonton, yang mempunyai tujuan tujuan tertentu dengan jalan suara “ronggeng” tidak keluar ketika tampil. Akibatnya, “ronggeng” tidak dapat berdendang dengan baik dan pertunjukan tidak dapat dilanjutkan. Jadi, pamaga diri `pemagar diri’ ini diperlukan untuk menghindarkan diri dari gangguan orang lain.
Berbeda dengan “ronggeng”, biasanya, penampil pria berasal dari kalangan penonton. Dengan demikian, siapa saja dapat menjadi penampil pria dalam tradisi ini. Siapa saja yang dimaksudkan adalah semua pria yang juga mempunyai kemampuan dalam berpantun. Akan tetapi, kemampuan berpantun penampil pria ini tidak sebagaimana yang dipunyai oleh “ronggeng”. Mereka dapat bertanya dan berdiskusi dengan penampil lainnya, ketika mendapat kesulitan dalam membalas atau menjawab pantun yang didendangkan oleh “ronggeng”. Atau, ketika sudah tidak dapat lagi mencipta dan menggubah pantun yang akan didendangkan kepada “ronggeng”, mereka dapat bertanya kepada penonton yang lain atau penonton yang lain itu membisikinya. Juga, mereka dapat saja berhenti dan menjadi penonton biasa kembali dan lalu digantikan oleh penonton yang lainnya.
Jumlah penampil pria ini paling sedikit tiga orang. Satu di antaranya berpantun dan berjoget dengan `ronggeng’ secara bergantian, sedangkan dua penampil yang lain hanya berjoget saja, secara bergantian pula. Artinya, penampil pria yang sedang menari berpasangan dengan “ronggeng” lah yang berkewajiban membalas pantun-pantun yang didendangkan oleh “ronggeng” tadi. Dan, pantun-pantun yang didendangkan atau dinyanyikan itu bersifat bebas, tidak membentuk suatu kesatuan cerita.
Pemain musik dalam tradisi ronggeng relatif tertentu, seperti layaknya anggota sebuah grup seni tradisi. Biasanya, pemain musik ini paling sedikit terdiri atas lima orang; satu orang menggesek biola, dua orang memetik gitar, satu orang memukul rebana, dan satu orang lagi memainkan tamburin. Mereka bermain bersama mengiringi “ronggeng” dan penampil pria mendendangkan pantun-pantun dengan irama lagu, seperti yang sudah disebutkan di atas.
Dari awal hingga akhir pertunjukan, para penampil beristirahat beberapa kali. Jumlah berapa kali mereka beristirahat tidak tentu, tetapi tergantung pada kondisi suara masing-masing. Biasanya, setiap kali sesudah istirahat terjadi pertukaran irama lagu. Pertukaran irama lagu ini dapat pula berganti atas permintaan para penonton (khalayak). Bagi penonton (khalayak), pertukaran ilu diminta agar pertunjukan tidak monoton dan mereka tetap bersemangat mengikuti pertunjukan itu sampai akhir.
Dalam pertunjukannya, `ronggeng’ memakai baju kebaya atau baju kurung dengan selendang diselempangkan di badan atau dikerudungkan di kepala. Penari pria memakai baju biasa (pakaian sehari-hari) dan kadangkala memakai selendang yang dililitkan di leher (terutama di Simpang Empat). Begitu pula dengan pemain musik, mereka memakai pakaian sehari-hari.
Berkenaan dengan penonton (khalayak), ada dua pandangan terhadap tradisi ronggeng Pasaman ini. Pertama, pandangan dari kaum tua (dari kalangan agama) yang menganggap bahwa tradisi ini tidak sesuai dengan Islam. Anggapan itu terutama disebabkan oleh adanya penampil pria yang berdandan menyerupai wanita. Namun begitu, kalangan tua (agama) ini tidak sampai melarang tradisi ini dipertunjukkan, dengan syarat tidak dipertunjukkan di dekat lokasi mesjid, mushala, atau surau, apalagi di dalam ketika tempat peribadatan ini. Kedua, pandangan dari kaum muda yang menganggap bahwa tradisi ini hanyalah sebuah dunia hiburan. Oleh karenanya, adanya penampil `wanita’ yang diperankan oleh pria yang berdandan menyerupai wanita bukanlah sesuatu yang salah. Hal itu justru dapat menghindari terjadinya kekacauan dalam pertunjukan, karena jika penampil `wanita’ atau “ronggeng” itu diperankan oleh wanita , maka ketidaksesuaian dengan Islam (juga adat) itu menjadi semakin bertambah. Tentu saja, semua pria berkeinginan untuk berpantun dan berjoget berpasangan dengan penampil wanita dalam pengertian yang sebenarnya.
Kedua pandangan di atas menyebabkan khalayak (penonton) ronggeng Pasaman ini umumnya terdiri atas kaum muda. Kadangkala juga, di awal pertunjukan dihadiri oleh anak-anak dan para wanita, dan mereka ini tidak akan bertahan hingga akhir pertunjukan.
Meskipun ronggeng Pasaman ini sudah agak jarang dipertunjukkan, tetapi ia masih dogemari oleh masyarakat pendukungnya, terutama kaum muda, sampai saat ini. Dengan demikian, dari pihak khalayak yang ikut mendukung dan menentukan nasib sebuah seni tradisi, maka kelangsungan hidupnya untuk bertahan terus belum perlu dikhawatirkan. Akan tetapi, dari segi pewarisan penampil, dikhawatirkan tradisi ini tidak dapat bertahan lebih lama lagi. Kekhawatiran itu muncul, mengingat pewarisan tradisi ini tidak berjalan dengan lancar, terutama dalam hal “ronggeng”. Jika, tidak terjadi pewarisan dari generasi penampil yang ada sekarang kepada generasi di bawahnya, maka tradisi ronggeng Pasaman ini akan hilang pula bersamaan dengan hilangnya (meninggalnya) para penampil, khususnya “ronggeng” yang ada sekarang ini.
Barangkali, ada beberapa hal yang diperkirakan dapat menyebabkan mengapa pewarisan tradisi ronggeng Pasaman ini berjalan dengan kurang lancar. Pertama, anak muda atau pemuda sekarang ini merasa enggan apabila harus tampil dalam pakaian dan dandanan wanita. Keengganan ini lebih pada diri sendiri, karena merasa malu dan takut dikatakan masyarakat, terutama penonton (khalayak) sebagai seorang `banci’. Hal ini diperkuat oleh pernyataan seorang “ronggeng”, bahwa ia merasa hina menjadi “ronggeng” bila berhadapan dengan masyarakat dalam keseharian. Namun, ditambahkannya, perasaan itu akan hilang beberapa saat menjelang pertunjukan.
Jika dilihat dari sisi masyarakat pendukungnya, perasaan malu dan takut tadi kurang beralasan. Dikatakan demikian, karena masyarakat sendiri, apalagi penonton (khalayak) tidak memandang dan tidak menganggap pekerjaan sebagai “ronggeng” itu rendah atau hina. Seorang “ronggeng” itu tetap dapat diterima dan dapat melakukan pekerjaannya sebagai layaknya seorang laki-laki normal. “Ronggeng” itu hanyalah sebagai pekerjaan sampingan saja, maka ia tetap dapat melakukan pekerjaan yang lain sebagai mata pencahariannya, seperti bertani dan menambang emas.
Kedua, mereka itu hampir dapat dikatakan tidak mempunyai kemampuan dan tidak mempunyai kemahiran, serta tidak berminat dalam mencipta dan menggubah pantun secara spontan. Padahal, kemampuan dan kemahiran dalam mencipta dan menggubah pantun merupakan syarat utama bagi seorang “ronggeng’.
Transmisi Ronggeng
Dalam bahasa Minangkabau tidak dikenal dan tidak ditemukan adanya kata `ronggeng’. Oleh karena itu, dapat dipastikan bahwa kata “ronggeng” berasal dari tradisi yang ada di Jawa, khususnya Sunda. Demikianlah, menurut Pak Usman, salah seorang pensiunan penilik kebudayaan di Pasaman Barat, tradisi ronggeng Pasaman mempunyai hubungan dengan tradisi ronggeng di Jawa (Sunda). Tentu saja, hubungan yang dimaksudkan­nya adalah bahwa tradisi ronggeng Pasaman berasal dari tradisi ronggeng di Jawa (Sunda). Bagaimana awal mula terbentuknya hubungan itu?
Berkenaan dengan pernyataan dan pertanyaan di atas, ada beberapa pendapat mengenai bermulanya tradisi ronggeng Pasaman ini. Pertama, ronggeng dibawa atau didatangkan dari Jawa oleh tentara Belanda untuk menghibur para pekerja di perkebunan karet. Kedua, ronggeng itu diperkenalkan oleh para pekerja perkebunan yang didatangkan dan berasal dari Jawa untuk menghibur sesamanya setelah lelah bekerja pada siang hari. Kedua pendapat tersebut di atas mempunyai peluang untuk dapat diterima. Alasannya, jika ronggeng itu didatangkan langsung dari daerah asalnya, Jawa, maka penampil `wanita’ atau `ronggeng’ itu adalah wanita dalam pengertian yang sebenarnya. Barangkali saja, dalam lingkungan perkebunan, memang seorang wanitalah yang menjadi `ronggeng’. Jadi, makna `ronggeng’ itu sama dengan yang ada di daerah asalnya. Lama­kelamaan, ia beradaptasi dengan lingkungan budayanya yang baru, atau ia diambil alih oleh lingkungan kebudayaannya yang baru, dengan cara menyesuaikannya dengan budayanya yang baru, yaitu budaya Minangkabau, terutama dalam hal “ronggeng” dan pantun.
Dalam budaya Minangkabau (berdasarkan agama dan adat) tidak dihalalkan seorang perempuan (wanita) tampil dimuka umum, apalagi menari dan berjoget dengan laki-laki. Seorang perempuan mempunyai kedudukan yang terhormat dan mulia berdasarkan agama (Islam) dan adat. Jadi, mempertontonkan wanita dalam suatu pertunjukan tradisi masyarakatnya dianggap sebagai sesuatu perbuatan yang tabu. Oleh karena itu pula, dalam seni tradisi Minangkabau lakon wanita itu diperankan oleh laki-laki.
Namun, pendapat yang pertama dengan alasan-alasan di atas kurang dapat diterima, karena menurut Pak Usman, dalam kenyataannya dari dulu sejak ronggeng dikenal di daerah Pasaman sampai sekarang “ronggeng” itu adalah seorang pria. Dengan begitu, pendapat yang tersebut kedua lebih dapat diterima. Dengan kata lain, para pekerja perkebunan yang berasal dari Jawalah yang berkemungkinan besar memperkenalkan tradisi itu, dan ketika diperkenalkan itu, ia langsung disesuaikan dengan budaya yang baru, yaitu budaya Minangkabau.
Jadi, sejak ronggeng itu diperkenalkan oleh para pekerja itu, sejak itu pula ia menjadi bagian yang khas dari tradisi yang dimiliki oleh masyarakat Pasaman, khususnya Pasaman Barat, sampai sekarang ini. Ronggeng Pasaman tidak sama atau sama sekali berbeda dengan ronggeng Jawa. Mengapa demikian? Pantun sebagai unsur utama atau unsur inti dalam ronggeng Pasaman menunjukkan kenyataan itu. Selain itu, bahasa yang digunakan dalam ronggeng Pasaman ini, yakni bahasa Minangkabau dan atau campuran bahasa Minangkabau dengan bahasa Mandailing, memperkuat pemyataan di atas. Apalagi, irama musik pengiringnya adalah irama musik Melayu dan “ronggeng”nya adalah seorang pria berpakaian wanita.



Sumber





 
 

Jumat, 22 November 2013

RANCANGAN WEB JURUSAN ILMU ADMINISTRASI NEGARA



RESUME

MATA KULIAH SISTEM INFORMASI MANAJEMEN
A.    SIM Dalam Menjalankan Fungsi Organisasi
Sistem informasi manajeman digambarkan sebagai sebuah bangunan piramida dimana lapisan dasarnya terdiri dari informasi, penjelasan transaksi, penjelasan status, dan sebagainya. Lapisan berikutnya terdiri dari sumber-sumber informasi dalam mendukung operasi manajemen sehari-hari. Lapisan keriga terdiri dari sumber daya sistem informasi untuk membantu perencanaan taktis dan pengambilan keputusan untuk pengendalian manajemen. Lapisan puncak terdiri dari sumber daya informasi utnuk mendukung perencanaan dan perumusan kebijakan oleh tingkat manajemen.

Informasi dapat diibaratkan sebagai darah yang mengalir di dalam tubuh manusia, seperti halnya informasi di dalam sebuah perusahaan yang sangat penting untuk mendukung kelangsungan perkembangannya, sehingga terdapat alasan bahwa informasi sangat dibutuhkan bagi sebuah perusahaan. Akibat bila kurang mendapatkan informasi, dalam waktu tertentu perusahaan akan mengalami ketidakmampuan mengontrol sumber daya, sehingga dalam mengambil keputusan-keputusan strategis sangat terganggu, yang pada akhirnya akan mengalami kekalahan dalam bersaing dengan lingkungan pesaingnya.
Sistem informasi memiliki peran yang sangat penting dalam sebuah organisasi  sistem informasi memiliki peran dalam menunjang kegiatan bisnis operasional, menunjang manajemen dalam pengambilan keputusan, dan menunjang keunggulan strategi kompetetif organisasi. 

Peran sistem informasi manajemen untuk mencapai keunggulan strategis dapat dicontohkan pada suatu perusahaan yang mutuskan untuk mengubah seluruh datanya menjadi basis data dengan alat penghubung standar (seperti alat penghubung browser web) sehingga memungkinkan berbagi informasi dengan para sekutu-sekutu bisnis dan pelanggannnya. Basis data yang terstandarisasi dan dapat diakses melalui browser web mencerminkan pergeseran posisi perusahaan secara strategis.

            Persaingan merupakan kunci penentu keberhasilan sebuah organisasi bisnis. Strategi persaingan yang diterapkan oleh bisnis/industri mampu memberikan keunggulan organisasi, dengan memperhatikan faktor biaya, mutu dan kecepatan proses. Keunggulan kompetitif akan membawa organisasi pada kemampuan mengendalikan pasar dan meraih keuntungan usaha. Strategi bisnis menjadi pusat yang mengendalikan strategi organisasi dan strategi informasi. Perubahan pada salah satu strategi membutuhkan penyesuaian, agar tetap setimbang.

B.     SIM Bagi Peningkatan Kinerja Organisasi
Salah satu faktor yang dapat menentukan sukses atau tidaknya suatu perusahaan adalah dengan memiliki sumber daya manusia (SDM) yang kompeten. Namun SDM saja tidak cukup untuk terus bertahan dari terpaan persaingan bisnis. Oleh karena itu, perusahaan harus mampu untuk selalu melakukan peningkatan ataupun perbaikan sistem informasi dalam upaya untuk meningkatkan kinerja karyawan, sehinga perusahaan dapat terus bertahan dalam kondisi apapun. Kinerja karyawan tidak hanya tergantung pada ketrampilan dan kepandaian diri pribadinya saja, tetapi yang juga perlu diperhatikanadalah penggunaan sistem informasi pada karyawan tersebut. Bagaimana data-data yang diterimanya diolah menjadi suatu informasi, apakah informasi tersebut sudah sesuai dengan apa yang dibutuhkannya, sehingga karyawan tersebut dapat bekerja dengan baik dan memberikan hasil yang maksimal kepada perusahaan
Kinerja individu pegawai dalam suatu organisasi public akan berpengaruh terhadap kinerja organisasi, yang pada akhirnya akan berpengaruh terhadap pencapaian tujuan organisasi yang telah ditentukan dan disepakati bersama oleh seluruh anggota organisasi yang bersangkutan. Banyak factor yang mempengaruhi kinerja organisasi, diantaranya penerapan sistem informasi manajemen yang diberlakukan pada
organisasi yang bersangkutan.Dalam penerapan sistem informasi manajemen yang diberlakukan dalam organisasi yang bersangkutan tersebut dapat digunakan alat bantu berupa program computer yang paling tepat untuk mempermudah penerapan sistem informasi.Bila penerapan sistem informasi manajemen pada organisasi public tepat, maka kinerja individu dan kinerja organisasi tinggi, sehingga kepercayaan masyarakat kepada setiap organisasi public tersebut akan meningkat dan secara keseluruhan meningkatkan kepercayaannya kepada pemerintah.

Kamis, 21 November 2013

PERBADINGAN WEB PEMERINTAH DAN SWASTA

Dosen:   Aldri Frinaldi, S. H., M. Hum

19700212 199802 1 001



OLEH
Dita Anggraini
 1101612 / 2011

MAKALAH PENELITIAN ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN




“ KEMENPAN NO 25 TAHUN 2002 TENTANG BUDAYA KERJA PASAL 10 ( KETEGUHAN & KETEGASAN ) di KANTOR KECAMATAN SASAK RANAH PASISIE, PASAMAN BARAT


Dosen:   Aldri Frinaldi, S. H., M. Hum
19700212 199802 1 001






OLEH
Dita Anggraini
 1101612 / 2011


PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI NEGARA
JURUSAN ILMU SOSIAL POLITIK
FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2013

Selasa, 19 November 2013

TUGAS KELOMPOK HUKUM ADMINISTRASI NEGARA


Dosen:   Aldri Frinaldi, S. H., M. Hum
19700212 199802 1 001
 
NAMA KELOMPOK :
OZZY NABILA SAVANI
NURUL DIANITA
RAHMI SUSANTI
NUR SUKMAWATI
DITA ANGGRAINI
YOSSI LUSIANA
NOVITA ISMAIL
JELLYANA AISYAH
  



UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2013

Senin, 18 November 2013

MAKALAH HUKUM ADMINISTRASI NEGARA



“ Izin Mendirikan Bangunan  ( IMB ) “



Dosen:   Aldri Frinaldi, S. H., M. Hum

19700212 199802 1 001



OLEH :

Dita Anggraini
1101612 / 2011



PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI NEGARA
JURUSAN ILMU SOSIAL POLITIK
FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2013